SECARA umum, martabak bukan suatu makanan yang asing. Makanan yang digoreng terbuat dari adonan terigu dan telur bebek itu sangat mudah didapatkan. Penjual martabak sudah tersebar di tempat-tempat umum seperti pasar maupun tempat keramaian.
Meski demikian, tidak banyak yang mengetahui asal muasal makanan martabak.
Bagi warga Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal, martabak mempunyai sejarah tersendiri. Maka, tak heran bila ratusan penduduk setempat berdagang sebagai penjual martabak. Mereka tersebar di berbagai tempat. Boleh dibilang, tak ada kota yang tidak dirambah penjual martabak asal Lebaksiu.
“Mungkin, yang tidak ada penjual martabak itu hanya di Timor Timur,” kelakar penjual martabak Mustaqim (26). Ia mengatakan, penjual martabak dari Lebaksiu tersebar di seluruh penjuru tanah air. Di Irian Jaya saja, kata dia, mencapai puluhan orang yang berjualan martabak. “Menjelang akhir tahun atau Hari Raya, mereka pulang ke sini dan berkumpul tukar pengalaman,” paparnya.
Lantas, apa hubungan sejarah martabak dengan orang dari Lebaksiu ? Menurut penuturan Mustaqim, warga Lebaksiu memiliki warisan dalam membuat martabak dari orang kewarganegaraan India. Konon, dia bernama Abdullah (Almarhum) datang ke Lebaksiu menikah dengan orang Lebaksiu. Kebetulan Abdullah memiliki keahlian membuat martabak.
“Keahliannya itu kemudian ditularkan ke warga setempat. Menurut cerita, warga kemudian secaragethok tular (disebarluaskan Red.) belajar bersama membuat martabak. Misal, membuat adonan seperti ini, butuh beberapa bulan lho,” ujar dia seraya menunjukkan olahan adonan yang siap digoreng.
Dari keahlian membuat martabak itu, ujar dia, tak pelak warga setempat bisa membedakan mana martabak buatan Lebaksiu dan martabak yang tiruan. Martabak Lebaksiu lebih tebal dan gurih.
Dari cerita itu, maka warga setempat berani mengklaim cikal bakal makanan martabak berasal dari Lebaksiu.
“Aslinya mungkin dari India. Tetapi, pertama kali diajarkan cara membuat martabak pertama kali di sini.”
Bumbu Rahasia
Mustaqim yang sudah menjual martabak sejak duduk kelas satu SLTP ini mengatakan, martabak produk asli Lebaksiu dengan daerah lain berbeda. Yang membedakan pada peracikan bumbu daging sapi atau kerbau.
“Melihat bahan olahan sih sama, tetapi bumbunya tetap berbeda.”
Menariknya, untuk pembuatan bumbu ini tidak sembarang orang bisa. Dia mengaku dalam membuat bumbu tidak diberitahukan ke orang lain. “Itu rahasia. Kecuali, kalau orang itu asli dari lebaksiu. Tujuannya agar rasa martabak Lebaksiu itu tetap asli,” ujar dia.
Apa yang dikemukakan Mutaqim memang boleh dipercaya. Sebagian besar di beberapa Kota besar, seperti di Kota Tegal, Slawi, dan Brebes saja kebanyakan yang menjual martabak berasal dari Lebaksiu. “Memang rata-rata dari sana. Seperti ketika ada pameran atau pekan raya, penjual martabak dari Lebaksiu,” ujar Muh Amin (45) warga Songgom, Brebes.
“Jangankan di wilayah sini. Saya berani jamin, penujual martabak di Jawa dan Bali itu banyak yang berasal dari Lebaksiu,” ujar Mustaqim menimpali. Buktinya ? “Setelah terjadi pengeboman di Kuta Bali, puluhan penjual martabak di sana kembali ke sini. Mereka mengaku pembeli martabak sepi setelah kejadian tersebut,” kata dia menirukan pengakuan penjual martabak yang kembali ke Lebaksiu.
Meski berbisnis martabak itu jatuh bangun karena kondisi, namun warga setempat tidak patah arang. Mereka bersemangat untuk tetap eksis sebagai penjual martabak.
Ini terlihat dari sistem bisnis yang menggunakan jasa perbankan. Bila Anda bepergian melewati jalur selatan, maka di tikungan jalan Kecamatan Lebaksiu akan terlihat gedung Bank Martabak Mandiri.
“Kita bisa pinjam modal untuk membuka bisnis menjual martabak. Memang kebanyakan dari kita-kita,” jelas Mustaqim yang mengaku bila membuka usaha pertama kali butuh modal sekitar Rp 5 juta. Ditanya soal penghasilan, dia mengaku per hari rata-rata habis 40 butir hingga 60 butir telur bebek. “Lumayanlah…”kata dia singkat